Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Kali ini kita akan membahas materi tentang Peninggalan Kerajaan Sriwijaya- Penjelasan Beserta Gambarnya Secara singkat dan jelas
Candi Bahal
Kuil Bahal adalah kompleks candi Budha dengan aliran Vajrayana di desa Bahal,
Kabupaten Padang Bolak, Portibi, Kabupaten Padang Lavas, Sumatera Utara.
Candi ini terbuat dari bahan bata merah, di kaki candi terdapat hiasan berupa papan di sekitar pahatan yaksha yang menari dengan kepala binatang.
Wajah penari mengenakan topeng binatang, seperti upacara di Tibet,
dan di antara papan ada ornamen dalam bentuk singa duduk yang diukir.
Candi ini juga sangat cocok untuk mengunjungi Sumatra karena keindahannya yang menakjubkan. Selain itu, Anda juga bisa melestarikan budaya di Indonesia.
Gapura Sriwijaya
Gerbang Sriwijaya terletak di desa Rimba, Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Ada 9 gerbang di gerbang Sriwijaya, tetapi sejauh ini hanya 7 gerbang yang ditemukan.
Telaga Batu
Peninggalan selanjutnya dari kerajaan Sriwijaya adalah sebuah prasasti di sebuah danau batu. Prasasti “Telaga Batu” ditemukan pada tahun 1935 di telaga Telaga Biru, di wilayah Ilir 3, di wilayah Ilir Timur II, di kota Palembang, yang berisi kutukan bagi mereka yang melakukan kejahatan di laut Sriwijaya , dan saat ini disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Di sekitar tempat prasasti Telaga-Batu ditemukan, prasasti Telaga-Batu-2 juga ditemukan, yang menceritakan tentang keberadaan biara,
dan tahun lalu lebih dari 30 prasasti Siddhayatra juga ditemukan, yang juga disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti Telaga Batu diukir dari batu andesit setinggi 118 cm dan lebar 148 cm.
Di bagian atas prasasti ada 7 perhiasan di kepala ular kobra, dan di tengah ada pancuran yang melaluinya air mengalir untuk dicuci.
Prasasti pada prasasti ini memiliki 28 baris dengan huruf Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu kuno.
Kemudian Kasparis menyatakan pendapat bahwa mereka yang berbahaya dan dapat menentang persatuan Sri wijaya harus dilantik, yaitu, putra raja (rajaputra), menteri (kumramati), bupati (bhupati), jenderal (senapati),
Bermartabat / terkemuka pemimpin lokal (nayaka), bangsawan (prati), raja bawahan (haji prati), hakim (dandanayaka), pekerja / buruh (tukha watak = vuruh),
kepala rendah tenaga kerja (addhyaksi nidzhavarna), ahli senjata (wasikarana), tentara ( chabhata), manajer (wasabhakarakara) pengacara (wasabhakarakara) pengacara (wavsab Harakara)
Pengacara (wasabhakarakara) pengacara (wavsabharakda) adhikarana), pegawai toko (kayastha), pengrajin (sthapaka),
kapten kapal (phavaka), pedagang (pedagang), pedagang pelayan (marsi haji) dan budak-budak (hulun haji).
Prasasti ini menjadi prasasti yang sangat terkutuk, karena ia juga memiliki nama pejabat pemerintah di atasnya,
Dan menurut beberapa sejarawan, orang yang menulis prasasti itu juga tinggal di Palembang, yang merupakan ibu kota kerajaan.
Prasasti Kedukan Bukit
Warisan kerajaan Sri wijaya Kedukan Bukit Temple dibuka pada 29 November 1920 oleh M.
Batenburg di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatra Selatan, lebih tepatnya di tepi Sungai Tatang, yang mengalir ke Sungai Musi.
Ukuran prasasti ini adalah 45 cm x 80 cm menggunakan bahasa Melayu kuno dan aksara Pallav.
Isi prasasti ini bercerita tentang utusan kerajaan Sri Vijay, Dapunt Hyang, yang pergi ke Sidhayarta atau melakukan perjalanan perahu suci.
Selama perjalanan, ia berhasil menaklukkan beberapa daerah lain, dan prasasti itu sekarang juga disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Baris ke-8 dari prasasti ini memiliki elemen tanggal, tetapi pada akhirnya hilang, dan harus diisi dengan bulan. Menurut fragmen prasasti No. D.161, ditemukan di tempat di Telaga Batu, Zh.G. de Casparis dan M.
Bochari dipenuhi dengan nama Assad,
sehingga prasasti itu selesai, yaitu, hari ke 5 bulan sabit cerah Assad,yaitu 16 Juni 682 Masehi.
Prasasti Talang Tuwo
Warisan Kerajaan Sri wijaya Di kaki Bukit Seguntang di tepi utara Sungai Musi,
Seorang warga Palembang, Louis Konstanta Westenenk, menemukan prasasti itu pada 17 November 1920.
Yang disebut Talang Tuwo, berisi dedikasi doa yang menceritakan tentang tradisi Buddha yang digunakan pada waktu itu.
Yang memiliki 14 baris, dan sarjana pertama yang berhasil menerjemahkan prasasti ini adalah Van Ronkel dan Bosch,
Kemudian prasasti ini disimpan di Museum Nasional Jakarta, mulai tahun 1920.
Prasasti ini menceritakan tentang pembangunan taman oleh raja Sriwijaya, yaitu Sri Jayanas, yang diciptakan untuk orang-orang di abad ke-7.
Prasasti itu mengatakan jika taman itu berada di tempat dengan pemandangan yang sangat indah, dan ada bukit dan lembah.
Dalam prasasti Talang Tuwo ini, niat Yang Mulia ditulis, yaitu, apa yang ditanam di sini:
Yaitu kelapa, pinang, gula aren, sagu dan berbagai pohon, Anda dapat makan buah-buahan, serta bambu haur, valuh, pattum, dll.
Dan biarkan juga tanaman lain dengan bendungan dan kolam dan semua sumbangan yang saya berikan, dapat digunakan untuk kepentingan semua makhluk yang dapat bergerak,
Dan mereka yang tidak, dan bagi mereka untuk menjadi cara terbaik untuk mendapatkan kebahagiaan .
“Jika mereka lapar ketika mereka beristirahat atau bepergian, biarkan mereka mencari makanan dan air minum. Saya harap semua kebun yang mereka buka akan berlebihan (panen). Biarkan semua ternak berkembang biak yang mereka kembangbiakkan dan budak mereka tumbuh.”
Leiden
Juga merupakan peninggalan bersejarah Kerajaan Sri Vijaya yang ditulis pada lempengan tembaga dalam bahasa Sanskerta dan Tamil, dan prasasti Leiden saat ini ada di museum Belanda,
yang berisi informasi tentang hubungan baik dinasti Chol dari Tamil dengan Silendra dinasti di Sri Vijaya, India Selatan.
Berahi
Ditemukan oleh pengontrol L.M. Berkhout pada tahun 1904 di pinggiran Batang Merangin, desa Batu Bersurat, desa Karang Berakhi, desa Karang Berakhi, kabupaten Pamenang, Merangin, Jambi.
Seperti dalam prasasti Telaga Batu, prasasti Kapur dan prasasti Istana Pasemah menjelaskan kutukan bagi mereka yang melakukan kejahatan dan tidak loyal kepada Raja Shriwijai.
Pak Nazir menyatakan pendapatnya jika tulisan “Healing coral” ditemukan di tempat yang berdekatan dengan bangunan bata kuno sebagai tempat pemakaman.
Dari kisah “Dusun Bamu Bersurat”, prasasti Karangberahi ditemukan oleh cucu Temenggung Leikka pada tahun 1727, bernama Dusun Tanjung Agung.
Kota Kapur
Yang merupakan peninggalan kerajaan Sriwijaya, ditemukan di bagian barat pulau Bangka dan ditulis dalam tulisan Melayu dan Pallavic kuno. Prasasti ini ditemukan oleh J.K.
Prasasti ini kemudian diperiksa oleh H. Kern, seorang ahli epigraf Belanda yang bekerja di Bataviaasch Genootschap di Batavia. Awalnya, ia menganggap bahwa Sri Vijaya adalah nama raja.
Kemudian George Cowdes menemukan bahwa Shriwijaya adalah nama Kerajaan Sumatra pada abad ke-7 M
Hingga 2012, prasasti kapur masih disimpan di State Museum of Rijksmuseum, yang merupakan Museum Kerajaan Amsterdam, Belanda,
Prasasti kota Kapoor ini ditemukan sebelum prasasti Kedukan Bukit dan prasasti Talang Tuvo.
Dari prasasti ini diketahui bahwa Sriwijaya menguasai sebagian Sumatera, Lampung, Bangka, dan juga Belitung.
Ligor
Ditemukan di Nakhon Si Thammarat, Thailand Selatan, di mana patung-patung terletak di kedua sisi. Di sisi pertama adalah tulisan “Prasasti Ligor A” atau “Viang Sa”, dan di sisi lain adalah prasasti “Ligor B”, yang kemungkinan besar dibuat oleh raja dinasti Silendra dan menjelaskan masalah menganugerahkan judul Wisnu Sesavarimadavimathan di Sri Maharaj.
Menceritakan tentang Raja Sriwijaya, yang merupakan raja dari semua raja di dunia yang mendirikan Trisamaya Chaitaya untuk Kajara.
Prasasti Palas Pasemah
Prasasti “Istana Pasemah” ditemukan di tepi rawa di desa Istana Pasemah, Lampung Selatan, Lampung, yang ditulis menggunakan bahasa Melayu kuno
Isi prasasti ini menjelaskan kutukan orang-orang yang tidak mau tunduk pada kekuasaan Sri Vijay. Dipercaya bahwa jika Anda melihat naskahnya, prasasti Istana Pasemah berasal dari abad ke-7 Masehi.
Prasasti Hujung Langit
Prasasti Hujung Langit adalah prasasti dari Kerajaan Sri wijaya, yang ditemukan di sebuah desa bernama Desa Haur Kuning, Lampung
Isi prasasti ini tidak begitu jelas, karena kerusakan yang dilakukan cukup banyak, tetapi diperkirakan muncul pada tahun 997 M
Candi Muara Takus
Warisan selanjutnya dari kerajaan Sri wijaya adalah Kuil Muara Takus. Candi Muara Takus terletak di desa Muara Takus,
Kuil ini telah ada sejak zaman keemasan Kerajaan Sri Vijaya dan telah menjadi salah satu pusat pemerintahan kerajaan.
Candi Muaro Jambi
Kompleks Candi Muaro Jambi yaitu candi terluas di Asia Tenggara yakni seluas 3981 hektar Candi Muaro Jambi terletak di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi
Kompleks candi ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1824 oleh letnan inggris bernama S.C. Crooke saat melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk keperluan militer. Kemudian pada tahun 1975, pemerintah Indonesia melakukan pemugaran serius dipimpin oleh R. Soekmono.
Aksara jawa juno
Dari aksara Jawa Juno yang terdapat dari beberapa lempengan ditemukan seorang pakar epigrafi bernama Boechari candi ini terdapat 9 buah candi baru mengalami proses pemugaran yakni Gedong Satu, Kembar Batu, Kotomahligai, Gedong Dua, Tinggi, Gumpung, Candi Astano, Kembang Batu, Telago Rajo dan juga Kedaton.
Na reira, ulasan lengkap yang bisa kita berikan tentang peninggalan kerajaan Sriwijaya. Banyak barang bersejarah lainnya dari kerajaan Sri wijaya ditemukan, seperti perhiasan, peralatan upacara, peralatan militer dan sebagainya. Saya harap Anda dapat memperluas pengetahuan Anda tentang sejarah kerajaan di Indonesia.
Artikel Lainnya :
- 10 peninggalan kerajaan majapahit
- kisah nabi adam
- Qalqalah sugra dan penjelasannya
The post Peninggalan Kerajaan Sriwijaya appeared first on this page.