Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Dalam berbagai ayat, sejak awa] Allah SWT. tidak hanya menyuruh kita shalat dan puasa saja tetapi juga mencari nafkah secara halal. Proses memenuhi kebutuhan hidup inilah yang kemudian menghasilkan kegiatan ekonomi seperti jual beli, produksi, distribusi, termasuk bagaimana membantu dan menanggulangi orang yang tidak bisa masuk dalam kegiatan ekonomi, baik itu dengan zakat, wakaf, infak, dan sedekah.
Namun kalau kita melihatnya dari perkembangan ilmu modern, ekonomi Islam masih dalam tahap pengembangan. Persoalannya hanyalah karena ilmu ekonomi Islam ditinggalkan umatnya terlalu lama. Berbagai pemerintahan dj dunia Islam dari mulai kolonial penjajah hingga saat ini senantiasa memisahkan Islam dari dunia ekonomi. Lantas kalau kita mengacu pada apa yang disampajkan Thomas Kuhn, bahwa masin g masing sistem itu memiliki inti paradigma, maka inti paradigma ekonomi Islam sudah tentu bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Dua sumber ini da_lam bentuk apa pun tidak bisa diparalelkan dengan prinsip dasar dua sistem ekonomi lainnya, yakni kapitalis atau sosialis.
Ekonomi Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbam‘ dan Insani. Disebut ekonomi Rabbam’ karena sarat dengan arahan dan nilainilai I lahiah. Lalu ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. (Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam)
Sedangkan Umer Chapra menyebutnya dengan Ekonomi Tauhid. Cerminan watak “Ketuhanan” ekonomi Islam bukan pada aspek pelaku ekonominya -sebab pelakunya pasti manusia tetapi pada aspek aturan yang harus dipedomani oleh para pelaku ekonomi. Ini didasarkan pada keyakinan bahwa semua faktor ekonomi termasuk diri manusia pada dasamya adalah kepunyaan Allah, dan kepada-Nya (kepada aturanNya) dikembalikan segala urusan (3: 109). Melalui aktivitas ekonomi, manusia dapat mengumpulkan nafkah sebanyak mungkin, tetapi tetap dalam batas koridor aturan main..”Dz’alah yang membem’ kelapangan atau membatasi rezeki orang yang Dia kehendaki” (42: 12; 13: 26).
Keimanan memegang peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung akan memengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera, dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan. Menurut Chapra (The Future of Economic) cara pandang im’ akan sangat memengaruhi sifat, kuantitas dan kualitas kebutuhan materi maupun kebutuhan psikologis dan metode pemenuhannya. Keyakinan demikian juga akan senantiasa meningkatkan keseimbangan antara dorongan materiil dan spiritual, meningkatkan solidaritas keluarga dan sosial, dan mencegah berkembangnya kondisi yang tidak memiliki standar moral. Keimanan akan memberikan saringan moral yang memberikan arti dan tujuan pada penggunaan sumber daya, dan juga memotivasi mekanisme yang diperlukan bagi operasi yang efektif. Saringan moral bertujuan menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual sesuai dengan prioritas sosial dan menghilangkan atau meminimalisasi penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut. Ini akan bisa membantu meningkatkan keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan sosial.
Nilai-nilai keimanan inilah yang kemudian menjadi aturan yang mengikat. Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Setiap tindakan manusia tidak boleh lepas dari nilai, yang secara vertika] merefleksikan moral yang baik, dan secara horizontal memberi manfaat bagi manusia dan makhluk lainnya.
Berbeda dengan paham naturalis yang menempatkan sumber daya sebagai faktor terpenting atau paham monetaris yang menempatkan modal finansial sebagai yang terpenting, dalam ekonomi Islam sumber daya insani menjadi faktor terpenting. Manusia menjadi pusat sirkulasi manfaat ekonomi dari berbagai sumber daya yang ada ( 14: 32-34).
Karakter ekonomi semacam ini merupakan turunan dari karakter umat Islam sebagai umat moderat (ummatan wasathan), sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Baqarah ayat 143. Sebagai umat moderat kini manusia mengemban tugas sebagai “syuhada”, yakni acuan bagi kebenaran dan standar kebaikan bagi umat manusia (A. Yusuf Ali: 58). Pengertian “wasathan” dari sejumlah kitab tafsir, mempunyai lebih dari satu konotasi makna. Yang pertama maknanya “tawassuth” yakni moderat. Kedua bermakna “tawazun” yakni seimbang (balance). Ketiga bermakna “khaimn” yakni terbajk dan alternatif. Keseluruhan tafsir itu mengindikasikan bahwa dalam Islam dan ekonomi Islam tidak ada tempat untuk ekstremitas, kapitalis maupun sosialis. Ekonomi Islam memberi penghargaan yang tinggi kepada orang kaya yang mendapatkan dan mengelola hartanya secara benar, tetapi juga sangat peduli untuk memberdayakan kaum miskin. Kebijakan politik ekonomi Islam tak pernah segan untuk menindak orang kaya yang tidak menunaikan hak-hak sosial dari hartanya, dan menegur fuqara atau orang miskin yang malas dan selalu minta belas kasihan kepada orang lain.
Islam memerintahkan kepada manusia untuk bekerj a sama dalam segala ha], kecuali dalam perbuatan dosa kepada Allah atau melakukan aniaya kepada sesama makhluk, sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Maa’idah ayat 2:
وَالتَّقْوٰى ۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.
[QS. Al-Ma’idah: Ayat 2]
Pelaksanaannya dapat dilakukan secara bilateral, multilateral, dari tingkat lokal hingga global, tanpa harus dihambat oleh perbedaan apa pun juga. “Haz’ manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-lakz’ clan seomng perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulz’a di .antara kamu dz’ sisi Allah ialah omng yang paling takwa diantam kamu. Sesungguhnya Allah M aha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. al-Hujuraat ayat l3)
Perwujudan pola kerja sama yang djanjurkan Islam dapat djlqkukan dalam skema apa pun. Demi tegaknya keadilan, Allah telah meletakkan “mizan”, suatu timbangan akurat yang paling objektif. Siapa pun tida‘k boleh melanggarnya, agar tidak terdapat seoran g pun jadi korban ketidakadilan.
Baca Juga :
- Нурбуат намазы
- Sejarah Kaum Khawarij
- Nama-Nama Nabi dan Rosul Alloh
- Syarat Sholat Berjamaah dan Pendapat ‘Ulama
- Manfaat dan Barokah Rukun Sholat
- Do’a Sholat Dhuha Beserta Niat dan Manfaatnya
- Tentang Mahrom
The post Prinsip Dasar Ekonomi Islam appeared first on this page.